Info&tanya jawab

Rabu, 17 Februari 2021

Cerita Bandeng di Riang Koli dan Pesan Telak Untuk Orang Muda Flotim

Foto: Bram Muda

Tahun 2017 silam, berbekal keberanian, Mikhael Bubu Hurit mendatangi Bupati Flores Timur terpilih, Anton Gege Hadjon untuk menyampaikan gagasannya sebagai seorang petani. Mikhael adalah warga Riang Koli, Kecamatan Tanjung Bunga. Pria perantau yang kaya pengalaman ini membawa kertas yang berisi gambar dan perhitungan untung rugi serta proyeksi dan prospek usaha Budidaya Ikan Air Tambak coretan tangannya sendiri. Syukurnya niat untuk bertemu Bupati terjawab.
 Di hadapan Bupati, Mikhael diberi kesempatan untuk mempresentasikan rencana usahanya. Berbekal pengalaman di rantau, Mikhael terobsesi memiliki kolam budidaya ikan bandeng di lokasi tanah miliknya dengan luas berhektar-hektar di kampung halamannya Riang Koli.
 “Sekembalinya dari merantau, saya putuskan untuk menetap di kampung. Saya ingin menerapkan pengalaman selama di rantau, dimana masyarakat bisa sejahterah sebagai petani tambak ikan. Kami membuat kolam-kolam ikan di tepi pantai, membuat jebakan air laut yang membawa bibit-bibit ikan bandeng ke dalam kolam-kolam tambak. Bibit-bibit ikan itu akan bertumbuh besar dan siap panen untuk dijual ke pasar” ujar Mikhael saat bincang-bincang ringan dengan media.

Selasa, 15 Oktober 2019

Bagaimana Orang Sinamalaka Menyapa Kerabatnya?

Dalam wilayah budaya Lamaholot, tatacara menyapa kerabat mendapat tempat tersendiri dalam aturan sopan santun pergaulan antar pribadi dan antar kelompok. Walaupun secara prinsip cukup serupa, istilah-istilah yang dipakai dalam menyapa kadangkala berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Karena itu, di sini coba kami inventarisir penggunaan istilah khususnya di wilayah desa Sinamalaka.
Dalam ilmu antropologi, istilah kekerabatan dibedakan atas dua. Yang pertama adalah istilah menyapa (Term of address) yakni memanggil kerabat saat berhadapan langsung, dan yang kedua adalah istilah menyebut (Term of Reference) yang dipakai dalam pembicaraan dengan orang lain tentang kerabatnya sebagai pihak ketiga. Untuk masyarakat Lamaholot umumnya, dan Sinamalaka khususnya hampir tidak dapat dibedakan antara dua hal ini.
Di kampung Riangkoli yang dikenal dalam 'kenala' atau sastra Lamaholot sebagai "Koli Demon Wutun, Lajong Pagon Wakon", istilah kekerabatan dibedakan pada garis patrilineal dan matrilineal. Untuk keluarga inti atau orangtua kandung, panggilan yang dipakai untuk ayah adalah 'Pa' atau 'Ba'. Sementara untuk Ibu dipanggil 'Ema'.
Pada garis patrilineal, saudara laki-laki ayah dan juga para pria sepantaran yang sesuku dengan ayahnya dan juga istrinya disapa 'Bosu' atau'Bou'. Sementara saudari perempuan ayah disapa 'Nona' dan suaminya disapa 'Tiu'.
Pada garis matrilineal, saudara laki-laki Ibu dan juga semua pria sepantaran dalam sukunya disapa 'Mamang' dan istrinya disapa 'Tia'. Sementara saudara wanita dari ibu disapa 'Ema', 'Bou' atau 'Uri', sedangkan suaminya juga disapa 'Bou' atau 'Uri'.
Ada sekian banyak sapaan yang berbeda di setiap kampung wilayah Lamaholot, tapi maknanya sama, bila disandingkan "obyek" orang yang disapa atau dipanggil itu. Kita sekalian bisa menambah khasanah budaya ini dalam tulisan dan komentar menanggapi tulisan ini. Salam satu Lamaholot. (Teks: Fransiskus Xaverius Hurint)